Sabtu, 23 Oktober 2010

video game


Video game yang semakin menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari dan item yang sekarang kita anggap umum dalam budaya digital kita sering disambung dengan mereka. Layar datar televisi atau receiver digital (set-top box) kadang-kadang dikirim keluar dengan 'video game' terintegrasi pada papan sirkuit mereka, mudah diakses melalui remote kontrol. Sirkulasi mini-game di kantor dan yang lebih penting melalui virus iklan juga meningkat. Generasi sekarang permainan konsol seperti Nintendo Wii menawarkan layanan terintegrasi dari komunitas online, untuk toko, download konten video dan audio serta kemungkinan untuk mengakses permainan yang tidak tersedia di luar dunia maya. Jadi, sementara 'video game' istilah teknis tidak selalu akurat, itu adalah ungkapan bahwa kita semua datang untuk mengakui sebagai bagian dari lanskap budaya digital. game-game ini telah berevolusi, menganalisis baik historis mereka / pengembangan budaya dan memeriksa mereka secara bertahap pengembangan akademis sebagai subjek studi mereka sendiri.
Video game sekarang memiliki kesempatan untuk mengubah konsumsi media. generasi sekarang konsol, PS3, Xbox360 dan Wii, semuanya mampu mengakses internet dan memberikan informasi non-game melalui media yang dianggap murni mainan di pertengahan 1980-an. Misalnya, Wii News Channel memberikan headline pada sejumlah besar mata pelajaran dari semua dunia. PS3 dilengkapi dengan browser Internet yang memungkinkan World Wide Web harus berselancar di ruang tamu seseorang. PS3, melalui Jaringan Playstation, didorong oleh kerajaan media Sony, juga menambah peluang untuk men-download trailer film, permainan konten dan konten multimedia lainnya. Seharusnya tidak memakan waktu terlalu lama sebelum film dan video on demand bergabung download game dan musik.

Di balik manfaatnya, perkembangan teknologi video game ini justru menjadi ancaman. Seperti kehadiran video game yang dapat menghambat kemajuan akademis anak, terutama laki-laki. Penelitian yang dipublikasikan dalam Psychological Science Maret 2010 menunjukkan, konsumsi permainan multimedia secara intens memperburuk kemampuan anak untuk membaca dan menulis. Paparan video game membuat fokus anak terpecah karena sibuk memikirkan cara untuk meningkatkan skor permainannya.
Seperti dikutip dari laman Shine, penelitian tersebut dilakukan terhadap sejumlah anak laki-laki dengan fokus usia 6-9 tahun. Mereka mengonsumsi video game selama empat bulan penuh, tanpa gangguan permainan lain. Anak-anak usia 2-11 tahun diperkirakan memiliki akses terhadap video game sebesar 71 persen.
Hasil penelitian ini menuai kontroversi karena bertentangan dengan sejumlah penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa bermain video game justru bisa menyegarkan pikiran anak-anak. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa permainan dapat bermanfaat sebagai alat pembelajaran bagi anak. Tidak hanya meningkatkan pemikiran ilmiah, tapi juga keterampilan motorik halus.
Namun, penelitian yang menyatakan bermain video game bisa membuat prestasi akademik menurun bukanlah yang pertama. Sebuah studi Michigan State University tahun 2009 menunjukkan, anak usia 12 tahun yang bermain video game telah dibuktikan memiliki nilai rata-rata kelas yang lebih rendah.

referensi :
vivanews
digital culture understanding new media, by:glen creeber and royston martin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar